Jumat, 13 April 2018

SHOW CAUSE MEETING / RAPAT PEMBUKTIAN

SHOW CAUSE MEETING / RAPAT PEMBUKTIAN

Show Cause Meeting ini memang jarang dibahas orang atau dalam istilah anak jaman sekarang “kagak trendy”, karena memang hal seperti ini jarang terjadi dalam pelaksanaan Konstruksi. Namun saya coba tulis disini karena Show Cause Meeting pernah saya lakukan dalam salah satu proyek yang saya tangani.

Show Cause Meeting selanjutnya akan saya sebut sebagai SCM ini memang sebuah tindakan yang keras terhadap Penyedia Jasa. Namun tindakan ini memang harus dilakukan karena sudah masuk dalam kategori Kontrak Kritis.  SCM tersebut dilakukan justeru karena kondisi waktu pelaksanaan kontrak sudah kritis.

Apa yang dimaksud dengan “KONTRAK KRITIS”  ?

Mari kita lihat rujukannya dari  “STANDAR PROSEDUR PELAKSANAAN (SOP) SHOW CAUSE MEETING (SCM), DOKUMEN : DJBM/SMM/PP/16, TANGGAL  19 JULI 2012”

5. Ketentuan Umum :
. 5.1  Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan .
a Apabila Penyedia Jasa terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal, maka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus memberikan peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis.

5.2 Kontrak Kritis 
Kontrak dinyatakan kritis apabila:
a. Dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana;
b. Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana;
c. Rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan.

Jadi dalam pelaksanaan konstruksi sejak awal pekerjaan hingga Penyedia Jasa memiliki prestasi Pekerjaan / Progress 70% maka Penyedia Jasa tidak boleh terjadi under prestasi diatas 10%  dari Prestasi rencana / Progress rencana (Bobot Prestasi  <  Bobot Rencana yang melebihi 10%). Ilustrasinya adalah sebagai berikut :

ILUSTRASI PERIODE KE-1 (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak).
A. Bobot Prestasi yang dihasilkan oleh Penyedia Jasa pada minggu ke-18 adalah sebesar 35%
B. Bobot  Rencana yang harus dicapai oleh Penyedia Jasa pada minggu ke-18 adalah sebesar 50%
C. Maka Bobot Prestasi yang dihasilkan terjadi minus 15% dari Bobot Rencana yang harus dicapai  (Bobot Prestasi  <  15% dari Bobot Rencana). Dan kondisi seperti ini sebagai Kondisi “Kontrak Kritis”.

ILUSTRASI PERIODE KE-2 (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak).
A. Bobot Prestasi yang dihasilkan oleh Penyedia Jasa pada minggu ke-30 adalah sebesar 80%
B. Bobot  Rencana yang harus dicapai oleh Penyedia Jasa pada minggu ke-30 adalah sebesar 90%
C. Maka Bobot Prestasi yang dihasilkan terjadi minus 10% dari Bobot Rencana yang harus dicapai  (Bobot Prestasi  <  10% dari Bobot Rencana). Dan kondisi seperti ini sebagai Kondisi “Kontrak Kritis”.

ILUSTRASI PERIODE KE-3 (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak).
Pada “ILUSTRASI PERIODE KE-3” pada prinsipnya hampir sama dengan “ILUSTRASI PERIODE KE-2” hanya perbedaannya pada akhir kontrak yang berakhir di akhir tahun anggaran yang sedang berjalan. Keduanya tetap sebagai Kondisi “Kontrak Kritis

Bagaimana penanganan “Kontrak Kritis”  ?

Kita lihat kembali rujukannya dari  “STANDAR PROSEDUR PELAKSANAAN (SOP) SHOW CAUSE MEETING (SCM), DOKUMEN : DJBM/SMM/PP/16, TANGGAL  19 JULI 2012”

5.3  Penanganan Kontrak Kritis
5.3.1 Dalam Hal Keterlambatan (Pada Butir 5.2.a) dan (Butir 5.2.b) Maka Penanganan Kontrak Kritis adalah sebagai berikut :
a Dalam Hal Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan dan Penanganan Kontrak Kritis Periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% – 70% dari kontrak, dan realisasi fisik mengalami keterlambatan lebih besar 10% dari rencana).
b serta Penanganan Kontrak Kritis Periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, dan realisasi fisik mengalami keterlambatan lebih besar 5% dari rencana).
c Maka penanganannya dilakukan dengan Rapat Pembuktian (Show Cause Meeting).

Penanganannya adalah dengan melakukan Rapat Pembuktian atau “Show Cause Meeting” dengan memberikan kesempatan kepada Penyedia Jasa untuk dilakukan Uji Coba Kemampuan (Test Case).

Penanganan Kontrak Kritis.
a. Untuk penanganan Kondisi Kritis maka dilakukan Rapat Pembuktian dengan mengadakan Show Cause Meeting (SCM) dan surat teguran dari Direksi Teknis / Konsultan MK kepada Penyedia Jasa.
b. Dalam Rapat Pembuktian akan dilakukan SCM tahap I (tahap satu) yaitu dengan memberi kesempatan pertama kepada Penyedia Jasa untuk mencapai progres yang disepakati bersama dalam batas waktu tertentu (Uji Coba Tahap Pertama). Sebelum dilaksanakan SCM tahap I (tahap satu)  maka Direksi Teknis / Konsultan MK mengeluarkan terlebih dahulu surat peringatan pertama (Peringatan Ke- 1).
c. Jika SCM tahap I (tahap satu) gagal dipenuhi oleh pihak Penyedia Jasa maka dilakukan Rapat Pembuktian dengan SCM tahap II (tahap dua) yaitu dengan memberi kesempatan ke-dua kepada Penyedia Jasa untuk mencapai progres yang disepakati bersama dalam batas waktu tertentu (Uji Coba Tahap Ke- 2). Sebelum dilaksanakan SCM tahap II (tahap dua)  maka Direksi Teknis / Konsultan MK mengeluarkan terlebih dahulu surat peringatan kedua (Peringatan Ke- 2).
d. Jika SCM tahap II (tahap dua) gagal juga dipenuhi oleh pihak Penyedia Jasa maka dilakukan Rapat Pembuktian dengan SCM tahap III (tahap tiga) yaitu dengan memberi kesempatan ke-tiga kepada Penyedia Jasa untuk mencapai progres yang disepakati bersama dalam batas waktu tertentu (Uji Coba Tahap Ke- 3). Sebelum dilaksanakan SCM tahap III (tahap tiga)  maka Direksi Teknis / Konsultan MK mengeluarkan terlebih dahulu surat peringatan ketiga (Peringatan Ke- 3)
e. Jika SCM III (tahap tiga) masih gagal juga dipenuhi oleh Penyedia Jasa maka PPK dapat melakukan pemutusan kontrak.

#nangsuhada#civilengineering#

Selasa, 10 April 2018

PEMBERIAN KESEMPATAN PENYELESAIAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI DENGAN MELEWATI TAHUN ANGGARAN

PEMBERIAN KESEMPATAN PENYELESAIAN
PELAKSANAAN KONSTRUKSI
DENGAN MELEWATI TAHUN ANGGARAN

Dalam pelaksanaan proyek konstruksi kadang mengalami keterlambatan dari Jadwal Pelaksanaan / Time Schedulle dan dinilai bahwa pelaksanaan tersebut tidak akan selesai hingga berakhirnya masa kontrak dan jika hal tersebut benar terjadi maka masih bisa diberikan kesempatan penyelesaian selama pihak penyedia jasa sanggup meyelesaikan pekerjaan tersebut yang tertuang dalam sebuah surat pernyataan kesanggupan menyelesaikan pekerjaan. Dan jika setelah pemberian kesempatan tersebut pihak penyedia jasa juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut maka PPK berhak melakukan pemutusan kontrak secara sepihak.

Seperti apakah kesempatan yang bisa diberikan ?

Kalau kita merujuk terhadap Pasal 93 dalam  “PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70 TAHUN 2012, TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH”

Pasal 93
(1) PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:
a.2. setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;
Pasal 118

(1) Perbuatan atau tindakan Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi adalah:
e. tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak secara  bertanggung jawab; dan/atau

Pasal 120
Selain perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), Penyedia Barang/Jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa, dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai Kontrak atau nilai bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan.

Maka sesuai rujukan diatas maka pihak penyedia jasa dapat diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaannya selama 50 (lima puluh) hari kalender dengan denda  1 (satu) per-mil setiap harinya dan atau sebesar-besarnya denda dan atau denda maksimum adalah sebesar 5% dengan tidak melewati tahun anggaran.

Namun banyak kita jumpai untuk proyek-proyek yang dibiayai DIPA / APBN / APBD  yang kontraknya berakhir diakhir tahun anggaran, yaitu berakhir di Bulan Desember.

Bagaimana jika harus dilakukan pemberian kesempatan melewati tahun anggaran ?

Mari kita lihat  “PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH”

Pasal 93
(1) PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:
(1a) Pemberian kesempatan kepada Penyedia Barang/Jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. dan huruf a.2., dapat melampaui Tahun Anggaran.

Penjelaan Ayat (1a) :

Dalam hal pemberian kesempatan kepada Penyedia Barang/Jasa melampaui Tahun Anggaran, maka dilakukan adendum Kontrak atas sumber pembiayaan dari DIPA Tahun Anggaran berikutnya atas sisa pekerjaan yang akan diselesaikan.

Maka kalau kita merujuk terhadap Perpres Nomor 4 Tahun 2015 :

Bahwa pemberian kesempatan setelah berakhirnya kontrak yang mana berakhirnya di Bulan Desember dapat dilakukan pemberian kesempatan dengan melewati tahun anggaran dan pembayarannya dilakukan  pada  DIPA / APBN / APBD  tahun anggaran berikutnya.

Namun sampai dengan saat ini saya belum pernah melakukan pemberian kesempatan yang melewati tahun anggaran. Hal tersebut dikarenakan :
a. Menurut PPK hal tersebut tidak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
b. Pihak Penyedia Jasa / Kontraktor selalu meminta bentuk jaminan dari PPK terhadap  turunnya DIPA pada tahun anggaran berikutnya.

Sehingga sampai dengan saat ini untuk Perpres Nomor 4 Tahun 2015, Pasal 93, Ayat (1a) dan berikut penjelasannya masih merupakan sebuah dilema untuk pelaksanaannya.

#nangsuhada#civilengineering#

SOIL INVESTIGATION / SOIL TEST

SOIL INVESTIGATION / SOIL TEST

Dalam sebuah perencanaan bangunan konstruksi, entah itu perencanaan sebuah konstruksi jembatan ataupun perencanaan sebuah konstruksi gedung dan atau bangunan konstruksi lainnya yang akan membutuhkan sebuah kontruksi pondasi nantinya, maka selalu akan berhubungan dengan kondisi dan keadaan tanah di area sekitar bangunan konstruksi tersebut.

Mengapa kita perlu mengetahui  kondisi dan keadaan tanah di area sekitar bangunan konstruksi tersebut ?

Seperti kita ketahui bahwa sebuah bangunan konstruksi, entah itu bangunan kontruksi jembatan atau bangunan konstruksi gedung, nantinya pasti akan dibebani oleh orang-orang atau kendaraan yang melakukan sebuah aktifitas diatasnya. Dan orang-orang atau kendaraan diatas jembatan atau gedung tersebut akan menjadi sebuah beban-beban konstruksi. Beban-beban kontruksi tersebut bersama dengan beban jembatan itu sendiri atau beban gedung itu sendiri akan disalurkan ke Pondasi. Selanjutnya dari pondasi tersebut akan disalurkan ke tanah, oleh karena itu maka pondasi harus benar-benar berada dan bertumpu pada tanah yang dalam keadaan stabil yaitu tanah yang memiliki daya dukung sesuai dengan yang telah di-syaratkan sehingga mampu menahan seluruh beban-beban yang berada di-atasnya .

Bagaimanakah untuk mengetahui tanah tersebut dalam kondisi stabil atau sudah sesuai dengan yang di-syaratkan ?

Untuk mengetahui keadaan tanah dalam kondisi stabil atau sudah sesuai dengan yang di-syaratkan maka perlu dilakukan suatu investigasi tanah atau Soil Test dengan melakukan Boring Test dan Sondir Test .

Apakah yang dimaksud dengan Boring Test ?

Boring Test adalah Pengujian Tanah / Soil Test yang bertujuan untuk mengetahui letak kedalaman tanah keras dengan cara melakukan pengeboran pada tanah sebanyak yang telah ditentukan untuk mengambil contoh tanah. Dan untuk lokasi titik pengeboran tersebut tidak boleh jauh dari lokasi titik Sondir. Pengambilan contoh tanah yang dilakukan pada masing-masing titik bor adalah Contoh Tanah Terganggu / Disturb Sample dan Contoh Tanah Tidak Terganggu / Undisturb Sample. Pengambilan Contoh tersebut umum nya dengan  interval  5 m    dengan    kedalaman    hingga   didapat   nilai N-SPT sebesar > 50   (umum nya  tanah keras  diasumsikan berada  pada  nilai    N-SPT  >  50)  dan nilai tersebut dilakukan hingga 3 kali terbaca dengan nilai yang sama.   Selanjutnya contoh tanah tersebut akan dilakukan pengujian secara Laboratorium untuk mendapatkan variabel tanah, sudut geser tanah, berat jenis tanah, dan untuk memastikan terhadap jenis lapisan tanah yang men-syaratkan bahwa lapisan tanah tersebut sudah berada pada tanah asli atau tanah keras.

Apakah yang dimaksud dengan Sondir Test ?

Sondir Test adalah Pengujian Tanah / Soil Test yang bertujuan untuk mengetahui letak kedalaman tanah keras sebanyak yang ditentukan dengan cara menekan batang baja silinder masuk kedalam tanah dengan beban maksimum sebesar beban yang akan dipikul oleh per-titik pondasi dan dengan kedalaman hingga konus menunjukkan nilai Daya Dukung Tanah  (qc)  ≥  200  kg/cm2  (umumnya tanah keras diasumsikan berada pada nilai konus (qc)  ≥  200  kg/cm2 ) dan nilai tersebut dilakukan hingga 3 kali terbaca dengan nilai yang sama.   Pembacaan nilai konus umumnya dilakukan dengan interval  20  cm.  Dan Sondir Test ini tidak dapat dilakukan pada lokasi tanah berbatuan yang tak seragam, karena alat sondir tidak dapat menembus batuan walaupun dibawah batuan tersebut terdapat tanah lunak, sehingga hasil uji tidak optimal dan sangat berbahaya jika pondasi bertumpu / berpijak   pada batuan tersebut.

Selanjutnya dari hasil Soil Investigation / Soil Test tersebut yang akan menjadi acuan / pedoman untuk menentukan dan men-desain jenis pondasi yang akan digunakan.

#nangsuhada#civilengineering#

BOLEHKAH PERPANJANGAN WAKTU PELALSANAAN

BOLEHKAH PERPANJANGAN WAKTU DILAKUKAN
SAAT PELAKSANAAN KONSTRUKSI  ?

Dalam pelaksanaan pekerjaan fisik proyek kadang terjadi kendala yang diluar rencana, seperti kondisi medan kerja yang sulit untuk masuk Alat Berat sehingga pekerjaan tidak bisa cepat karena harus dikerjakan secara manual,  atau mungkin karena terjadi perubahan desain dan atau mungkin juga terjadi pekerjaan tambah. Sehingga hal tersebut akan menimbulkan perpanjangan waktu.

Apakah yang dimaksud dengan Perpanjangan Waktu ?

Perpanjangan waktu adalah penambahan waktu penyelesaian pekerjaan fisik proyek dari yang telah disepakati oleh kedua belah-pihak yang tertuang dalam sebuah Surat Perjanjian Kerjasama / Kontrak Kerjasama .

Bolehkah dilakukan Perpanjangan Waktu ?

Boleh !!!

Perpanjangan Waktu bisa dilakukan asal disepakati oleh kedua belah-pihak antara Penyedia Jasa dengan Pemilik Proyek / User sebatas Bangunan tersebut bukan Bangunan Milik Negara / Bangunan milik swasta.

Bagaimana Perpanjangan Waktu untuk  Bangunan Milik Negara ?

Boleh !!!

Cuma untuk Perpanjangan Waktu pada pelaksanaan Bangunan Milik Negara tidak se-sederhana pada Bangunan milik swasta. Pada Bangunan Milik Negara ada ketentuan-ketentuan yang mengatur. Dan itupun jika ada pengajuan usulan perpanjangan waktu secara tertulis dari pihak penyedia jasa dan bukan sekonyong-konyong atas usulan Pejabat Pembuat Komitmen / PPK.

Selanjutnya PPK akan menugaskan Panitia / Pejabat Peneliti Pelaksanaan Kontrak (P3K) untuk melakukan penelitian dan evaluasi terhadap usulan yang diajukan dari penyedia jasa. Dan dari hasil penelitian dan evaluasi yang dilakukan oleh P3K itulah kemudian PPK akan melakukan pertimbangan-pertimbangan untuk mengeluarkan kebijakannya.

Kalau kita merujuk pada Penjelasan  “PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA  NOMOR : 54  TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH “   pada Lampiran II,   Halaman II-146,    Hal-hal yang mengatur untuk diperbolehkan dilakukan Perpanjangan Waktu adalah sebagai Berikut :

Perpanjangan Waktu Pelaksanaan dapat diberikan oleh Pejabat Pembuat Komitmen / PPK atas pertimbangan yang layak dan wajar, antara lain :

a) Karena terjadi Pekerjaan Tambah saat pelaksanaan pekerjaan fisik

b) Terjadi perubahan desain saat pelaksanaan pekerjaan fisik

c) Terjadi perubahan Spesifikasi Teknis atas permintaan PPK dan itu memerlukan waktu yang panjang untuk pemesanannya.

d) Timbul kejadian yang diluar kendali / Kahar.

#nangsuhada#civilengineering#

PERPANJANGAN WAKTU PELAKSANAAN

PERPANJANGAN WAKTU PELAKSANAAN.

Perpanjangan waktu pelaksanaan ini kadang terjadi pada pelaksanaan pembangunan fisik konstruksi.

Perpanjangan ini terjadi diakibatkan karena batas waktu pelaksanaan sudah habis sesuai dengan yang telah disepakati dalam sebuah perjanjian / Kontrak namun progress pekerjaan belum mencapai 100% atau pekerjaan tersebut belum selesai.

Bolehkah perpanjangan waktu pelaksanaan diberikan ?

Kalau kita merujuk dari Penjelasan atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 54 Tahun 2010 pada Lampiran II, halaman II-146, yaitu :

1) Perpanjangan waktu pelaksanaan dapat diberikan oleh PPK atas pertimbangan yang layak dan wajar untuk hal-hal sebagai berikut :

a) Pekerjaan tambah
b) Perubahan desain
c) Keterlambatan yang disebabkan oleh PPK
d) Masalah yang timbul diluar kendali penyedia ; dan / atau
e) Keadaan Kahar

2) Waktu penyelesaian pekerjaan dapat diperpanjang sekurang-kurangnya sama dengan waktu terhentinya kontrak akibat Keadaan Kahar.

3) PPK dapat menyetujui perpanjangan waktu pelaksanaan setelah melakukan penelitian terhadap usulan tertulis yang diajukan oleh penyedia.

4) PPK dapat menugaskan Panitia / Pejabat Peneliti Pelaksanaan Kontrak untuk meneliti kelayakan usaha perpanjangan waktu pelaksanaan.

5) Persetujuan perpanjangan waktu pelaksanaan dituangkan dalam adendum Kontrak.

Seperti dijelaskan diatas bahwa perpanjangan waktu pelaksanaan terjadi karena pekerjaan tidak selesai atau progress pekerjaan tidak mencapai 100% saat masa pelaksanaan dalam sebuah perjanjian / kontrak telah habis.

Perpanjangan waktu pelaksanaan ini kalau dalam proyek pembangunan gedung atau infrastruktur milik swasta maka tidak akan timbul permasalahan karena hanya cukup dengan kesepakatan kedua belah pihak antara pemilik dan penyedia.

Lain hal-nya jika itu proyek pembangunan gedung atau infrastruktur milik negara maka perpanjangan waktu pelaksanaan tidak lah sesederhana dengan yang dimiliki swasta karena kalau itu milik negara maka ada syarat - syarat yang harus dipenuhi seperti dalam Penjelasan atas Perpres No. 54 Tahun 2010 pada Lampiran II, seperti diatas tadi.

Jadi jika terjadi keterlambatan saat pelaksanaan dan tidak masuk dalam syarat-syarat diatas maka tidak dapat dilakukan perpanjangan waktu pelaksanaan sehingga harus dilakukan pemutusan kontrak dan dikenakan denda serta dimasukkan dalam Daftar Hitam / Black List.

#nangsuhada#civilengineering#

HARGA SATUAN TIMPANG

HARGA SATUAN TIMPANG

Harga satuan timpang ini sering menjadi sebuah dilema dalam pengadaan Bangunan Gedung Negara.
Harga satuan timpang sebenarnya bukan sebuah masalah saat pelaksanaan pekerjaan fisik tidak mengalami perubahan kuantitas dalam kontrak pelaksanaan.
Harga satuan timpang akan timbul saat terjadi penambahan volume pekerjaan pada sebuah item pekerjaan yang memiliki harga satuan melebihi dari harga satuan HPS.

Apakah Harga Satuan Timpang itu ?

Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 54, Tahun 2010, Tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah, Pasal 92, Lampiran III bahwa :
- Harga Satuan Timpang adalah harga satuan penawaran yang melebihi 110% dari harga satuan HPS.

- Harga satuan penawaran timpang yang nilainya lebih besar dari 110% dari harga satuan yang tercantum dalam HPS, dilakukan klarifikasi. Apabila setelah dilakukan klarifikasi ternyata harga satuan penawaran tersebut timpang, maka harga satuan penawaran timpang hanya berlaku untuk volume sesuai Dokumen Pemilihan.

Berdasarkan Perpres Nomor 54 tersebut, maka :

Harga satuan timpang timbul saat harga satuan kontrak melebihi 110% dari harga satuan HPS
Selanjutnya harga satuan yang dianggap timpang tersebut akan dilakukan klarifikasi terhadap kelayakan dan kewajaran harga pasar, maka setelah melalui klrifikasi tersebut barulah bisa ditetapkan bahwa harga satuan tersebut sebagai harga timpang atau sebaliknya.
Selanjutnya jika harga satuan tersebut dinyatakan timpang maka harga satuan timpang tersebut hanya berlaku untuk kuantitas yang ada dalam kontrak.
Oleh karena itu jika terjadi pekerjaan tambah pada kuantitas pekerjaan yang memiliki harga satuan timpang  saat pelaksanaan fisik maka harga satuan timpang tersebut akan mengikuti harga satuan HPS.

#nangsuhada#civilengineering#